Fenomena Gunung Es Tuberkulosis

Fenomena Gunung Es Tuberkulosis

Oleh : dr. H. Ngatwanto, Sp.P (Pulmonologist/Spesialis Paru RS Islam Yogyakarta PDHI)

Tingginya kasus tuberkulosis (TB) yang belum tertangani serta kesalahan penegakan diagnosis TB menyebabkan fenomena gunung es penyakit TB.

Gerakan active case finding (penemuan kasus TB secara aktif) merupakan salah satu cara jitu dalam menjaring pasien TB. Jejaring TB yang ada di tiap-tiap puskesmas harus diaktifkan. Sekarang bukan eranya gerakan passive case finding (penemuan kasus TB secara pasif). Bagaimana awal langkah kita melakukan active case finding untuk menjaring pasien TB? Pertama dan yang terpenting adalah menindaklanjuti pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. Pasien TB dengan pemeriksaan dahak BTA positif berarti sangat infeksius (mudah menular). Setiap anggota keluarga atau teman yang berinteraksi dengan pasien BTA positif perlu kita follow up dan evaluasi. Pemeriksaan bakteriologis dengan mikroskop dan pemeriksaan foto ronsen perlu dilakukan kalau anggota keluarga tadi timbul gejala TB.

Adapun gejala-gejala TB yang sering timbul meliputi : a) Gejala respiratorik : batuk ≥ 2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, b) Gejala sistemik : Demam, lemah, keringat malam, berat badan menurun, nafsu makan turun, c) Gejala TB ekstra paru (TB di luar paru).

Gejala TB tergantung pada organ yang terkena, misalnya pada limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening terutama di daerah leher. Pada kasus pleuritis TB, berarti organ yang terkena selaput paru. Terjadi produksi cairan yang berlebihan di rongga selaput paru, orang awam biasa menyebutnya paru-paru basah.

TBC harus benar-benar diwaspadai (turner.com)

Gejala respiratori sangat perlu diwaspadai. Menurut Standard International Penanganan Tuberkulosis (ISTC), setiap orang dengan batuk produktif (berdahak) selama 2-3 minggu atau lebih, yang tidak jelas penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberkulosis. Dokter umum di puskesmas bisa melakukan screening dengan pemeriksaan yang murah, mudah tetapi akurat yaitu pemeriksaan dahak dengan mikroskop. Dengan pemeriksaan ini bisa terlihat kuman TB BTA (Bakeri Tahan Asam). Apabila ada pasien teridentifikasi BTA positif, perlu segera dilacak ke rumah/tempat orang-orang terdekat yang kemungkinan sudah tertular karena pasien TB dengan BTA positif sangat infeksius (mudah menularkan penyakit).

Semua penyelenggara pelayanan kesehatan khususnya pasien TB, seharusnya memastikan bahwa semua orang yang mempunyai kontak erat dengan pasien TB menular/BTA positif, seharusnya dievaluasi dan ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi internasional. Orang-orang yang kontak erat dengan pasien TB menular kemungkinan sudah mempunyai resiko infeksi. Bisa juga sudah menderita TB, namun tidak terdiagnosis.

Adapun prioritas tertinggi evaluasi kontak erat adalah orang dengan gejala yang mendukung ke arah TB seperti gejala pasien TB BTA positif, anak-anak yang berusia < 5 tahun, kontak orang yang menderita penurunan daya tahan tubuh seperti HIV, malnutrisi, kanker juga orang-orang yang kontak dengan pasien MDR dan XDR TB. Pasien TB MDR dan XDR ini merupakan pasien yang menderita TB dengan dominasi kuman yang sudah resisten/kebal terhadap obat, harus diobati dengan panduan obat khusus.

Hati-hati TBC. (www.rxdx.in)

Pembinaan dan penilaian kepatuhan terhadap pengobatan TB sanat penting dilakukan. Namun pendekatan yang dilakukan harus berpihak pada pasien, berdasarkan kebutuhan pasien untuk sembuh dan rasa saling menghormati antara pasien dan tenaga medis.

Adapun untuk langkah-langkah pencegahan agar tidak terkena penyakit TB, bisa dilakukan antara lain dengan menghindari kontak mulut ke mulut atau berbicara langsung di hadapan pasien TB dengan BTA positif karena penularan dari percikan dahak, menjaga metabolisme tubuh tetap aktif dengan melakukan olahraga teratur terutama olahraga yang bersifat aerobik dan menjaga kapasitas vital paru tetap optimal, memperbanyak memakan buah-buahan terutama yang mengandung antioksidan tinggi serta merubah stigma jelek terhadap pasien TB.

Selama ini pasien TB selalu terisolir/dikucilkan. Mulailah bersikap husnudzan (prasangka yang baik) terhadap pasien TB, jangan ketakutan tertular yang berlebihan.

0 Komentar