
Oleh : dr. Rusnawi, Sp.KK (Dokter Spesialis Kulit RS Islam Yogyakarta PDHI)
Kulit merupakan bagian tubuh terluar dan terluas dari tubuh manusia. Permukaan kulit sangat rentan terpapar berbagai macam zat/ benda di luar tubuh kita. Kendati demikian, penyakit kulit seringkali dikesampingkan dari penyakit lain, seperti salah satu gangguan kulit yang dianggap tidak begitu penting yakni biduran.
Biduran dalam istilah kesehatan disebut dengan urtikaria. Penyakit ini adalah kondisi munculnya bidur/ ruam/ bentol pada kulit yang dipicu oleh tingginya kadar histamin yang dilepaskan ke kulit. Histamin ini menyebabkan pembuluh darah menjadi melebar dan rileks sehingga aliran darah meningkat. Banyak darah yang mengalir di bawah permukaan kulit menjadikan kulit tampak merah. Kelebihan cairan akan menyebabkan pembengkakan pada kulit dan rasa gatal-gatal.
Biduran (urtikaria) disebabkan karena kontak antara kulit dengan pemicu atau penyebab alergi (faktor alergen). Banyak bahan atau benda di sekitar kita yang dapat mengakibatkan alergi, seperti bulu binatang yang gatal, cuaca yang dingin, air, obat, stres berlebihan serta makanan. Namun, seseorang dapat mengalami biduran tergantung dari kondisi masing-masing, apakah seseorang itu memiliki alergi atau tidak, faktor sistem imun, genetik ( keturunan) serta lingkungan.
Cara mengatasi biduran ( urtikaria ) paling sederhana dan bisa dilakukan secara mandiri adalah dengan mengetahui faktor alergen. Caranya, dengan mengenali bahan pemicu alergi. Seseorang harus mengetahui, mengapa kulitnya tiba-tiba bidur/ ruam/ bentol yang berlebihan. Misalnya setelah mengingat, maka kita mengetahui bahwa makanan, cuaca yang dingin/ panas atau obat-obatan mengakibatkan gangguan pada kulit kita. Biasanya, hal ini diketahui setelah beberapa kali terjadi.
Jika telah mengetahui pemicunya, langkah yang paling tepat untuk dilakukan adalah menghindari dan menjaga agar kulit tidak terpapar langsung ataupun tidak langsung dengan faktor alergen. Ada pula beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi biduran, seperti yang disebabkan makanan. Caranya adalah dengan tetap memakan makanan tersebut meski diketahui bahwa bahan makanan itu menyebabkan alergi. Misalnya seseorang alergi dengan seafood, namun dia terus berusaha memakan seafood agar tidak lagi alergi. Proses tersebut disebut desensitisasi, yakni proses tubuh untuk menerima penyesuaian faktor alergen. Cara ini bisa dilakukan sebagai terapi.
Namun, tindakan ini tidak bisa begitu saja dilakukan. Sebab, tindakan ini hanya bisa dilakukan pada tipe alergi yang ringan. Berbeda dengan jenis utikaria/ biduran yang akut. Biasanya, utikaria jenis ini ditandai dengan sesak nafas hebat, bengkak (di bagian mata, bibir dsb), muntah, serta tenggorokan yang seolah terjepit. Jika alergi disertai dengan tanda-tanda ini, maka tidak diperbolehkan melakukan proses desensitisasi, sebab jika tetap dilakukan justru akan membahayakan bahkan bisa terjadi kematian.
Begitu pula jika alergi akut tidak segera mendapatkan penanganan. Sesak nafas dan tenggorokan terjepit disertai bidur karena alergi bisa saja membuat nyawa pasien tidak tertolong. Untuk itu, terapi urtikaria akut dan kronis diharuskan berada di bawah pengawasan dokter. Jika terjadi alergi disertai dengan sesak nafas dan muntah yang berlebihan, maka hendaknya pasien segera dibawa ke dokter atau Unit Gawat Darurat agar segera mendapatkan penanganan yang tepat.
Contoh kulit yang mengalami urtikaria. (blogspot.com)
Pada urtikaria ringan, bidur/ ruam/ bentol di kulit akan menghilang dengan sendirinya. Letak bidur/ ruam pun beragam, dengan ukuran, gatal dan lokasi yang berbeda. Biasanya akan bidur pada urtikaria ringan akan hilang dalam hitungan jam. Paling lama, terjadi 42 jam atau maksimal 2 hari. Namun, pada urtikaria kronis bidur/ ruam bisa lebih dari dua hari. Jika dalam kondisi tersebut, maka sebaiknya pasien dibawa ke dokter.
Urtikaria bisa juga menjadi bagian dari gejala anafilaksis. Anafilaksis adalah sebuah reaksi alergi yang parah dan terjadi secara tiba-tiba hingga dapat menyebabkan kematian. Kondisi ini dianggap sebagai keadaan darurat karena beberapa gejalanya yang ekstrem. Gejalanya adalah pembengkakan kelopak mata, tangan dan kaki, sesak nafas karena penyempitan saluran napas dan sakit perut/ muntah.
Jenis-jenis urtikaria antara lain : urtikaria vaskulitis, urtikaria akut (gejala berlangsung kurang dari 6 minggu) dan urtikaria kronis (gejala berlangsung enam minggu atau lebih). Urtikaria vaskulitis adalah kondisi ketika pembuluh darah di dalam kulit mengalami inflamasi, ini adalah jenis dari urtikaria yang jarang terjadi. Bidur pada jenis ini bertahan lebih lama dari satu hari. Selain terasa jauh lebih sakit, bidur ini juga bisa meninggalkan memar.
Urtikaria akut adalah urtikaria yang gejalanya tidak lebih dari enam minggu. Sayangnya, lebih dari setengah kasus urtikaria akut tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga memicu artikuria akut yaitu alergi makanan, stres, infeksi, efek samping obat-obatan dan kualitas air. Pada urtikaria kronis, gejala yang ada bertahan hingga lebih dari enam minggu. Biasanya penyebab urtikaria kronis lebih sulit untuk diketahui. Tapi penyebab kondisi urtikaria kronis bisa sama dengan kondisi urtikaria akut.
Urtikaria kronis bisa menjadi parah dengan faktor –faktor berikut misalnya konsumsi minuman beralkohol/ kafein, konsumsi zat aditif, cuaca yang panas atau terlalu lama memakai pakaian yang terlalu ketat. Untuk mengenali penyebab urtikaria, dokter akan mengumpulkan informasi perihal riwayat medis, selanjunya melakukan pemeriksaan fisik dan bertanya tentang gejala-gejala yang dialami untuk menentukan penyebab biduran atau urtikaria yang terjadi. Hal ini bertujuan agar di masa mendatang pasien bisa menghindarinya. Dokter akan bertanya tentang kapan dan bagaimana gejala urtikaria terjadi serta jika ada sesuatu yang baru terjadi seperti perubahan lingkungan atau mengonsumsi makanan yang belum pernah dimakan sebelumnya. Selain melakukan pemeriksaan fisik, dokter juga akan melakukan pemeriksaan diagnostik.
Dalam mengelola biduran ini, dokter akan mengidentifikasi penyebab terjadinya biduran dengan cara mengumpulkan informasi, melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik. Pengobatan bisa dengan memberikan penggunaan obat antihistamin untuk mengurangi level histamin pada tubuh penderita urtikaria dan edukasi untuk menghindari faktor alergen (pencetus terjadinya biduran) untuk mencegah kambuhnya kembali biduran. Dokter dapat menyarankankan pasien untuk melakukan tes alergi melalui serangkaian tes darah dan kulit. Jika diketahui faktor alergen, maka pasien bisa menghindari faktor alergen. Jika biduran terjadi, maka yang perlu dilakukan adalah menghindari menggaruk bagian yang mengalami bidur, memakai sabun yang mengandung bahan kimia alergen, olesi lotion penyejuk dan hindari faktor pemicu seperti zat aditif.
Artikel tentang biduran/ urtikaria oleh Dokter Spesialis Kulita RSIY ODHI, dr. Rusnawi.
Artikel dapat diakses di Koran Republika, Edisi Rabu 2 November 2016 halaman 27.