
Suasana Masjid Multazam RS Islam Yogyakarta PDHI tampak semarak, Sabtu (12/11). Hari itu, seluruh karyawan berkumpul untuk mengikuti pengajian rutin karyawan. Acara yang dimulai dengan membaca Al-Qur’an bersama itu telah mulai sejak pagi.
Pada kesempatan itu, Ustadz Syafi’i Masykur, S.Ag, M.Hum. yang menjadi pemateri. Beliau menyampaikan materi tentang bagaimana menjadi seorang muslim yang ideal. Di dalam Q.S Al-Baqarah, menjadi muslim yang benar-benar muslim adalah jawabannya. Hal tersebut tertuang dalam Q.S Al-Baqarah ayat 208. “Kita harus ber-Islam secara total dan menyeluruh (kaaffah),” ujar Ust. Syafi’i.
Dalam ber-Islam seluruhnya, kata Ust Syafi’i, perlu beberapa aspek yang harus kita Islamkan. Hal-hal tersebut antara lain aqidah, ibadah dan akhlaq. Persoalan aqidah, misalnya saja soal jaminan tentang kehidupan, yakni hanyalah Allah yang bisa menjamin kehidupan seseorang.
Jika kita menyandarkan sesuatu hal, hendaknya kita sandarkan seluruhnya pada Allah. Bukan pada jabatan, kedudukan, harta atau hal lainnya. Jika masih bergantung dan bersandar pada selain-Nya, maka hal-hal tersebut dapat mengurangi aqidah kita. Artinya, kita harus benar-benar meng-Islamkan aqidah kita.
Begitu pula dengan ibadah yang harus kita Islamkan. “Ibadah yang kita lakukan juga seharusnya sesuai dengan syari’at Islam. Tidak mengada-ada dan tidak aneh-aneh,” ujarnya. Ibadah harus menjadi salah satu bentuk ketaqwaaan kita kepada Allah. Namun, kata Ust Syafi’i, tak jarang seorang muslim belum bisa memprioritaskan ibadah. Misalnya saja, dia merasa lebih jauh jarak ke masjid. Padahal, untuk mencari hiburan atau sekadar selfie ke puncak gunung terasa lebih ringan. “Ini karena kurangnya cinta kita kepada Allah SWT,” lanjutnya. Sebab, seharusnya cinta itu mendekatkan yang jauh. Sementara kurang cinta bisa menjauhkan meskipun jarak yang begitu dekat.
Beliau mengatakan, dalam hal ibadah yang paling utama adalah sholat. Apalagi, amal ibadah pertama yang akan dihisab adalah sholat. Posisi sholat dalam ibadah, bagaikan kepala dalam tubuh kita. Selanjutnya, baru puasa, zakat dan berhaji. Ibadah juga hendaknya tidak ditunda-tunda. “Ibadah juga harus punya target yang tinggi. Bukan yang rendah,” kata Ust. Syafi’i. Tidak selesai disana, ibadah juga harus mengajak orang lain, terutama kepedulian pada keluarga. “Jangan sampai sholeh sendiri,” tegasnya. Sebab, tak sedikit orang sholeh berakhir di neraka karena keegoisannya dan ketidakpeduliannya pada orang lain.
Islam tidak hanya mengatur ritual ibadah semata. Islam juga mengatur akhlak. Akhlak juga hal yang wajib kita Islamkan. Artinya, sikap kita harus sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an. Baik akhlaq kepada Allah (hablumminallah), maupun akhlak hubungan dengan manusia (habluminannas). Misalnya larangan mencaci, berbohong dan larangan mencari-cari kesalahan orang lain serta anjuran berbuat baik pada orang lain. Nabi Muhammad sendiri, diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Menjadi muslim ideal adalah bagaimana kita terus belajar dan memahami Al-Qur’an. “Jangan sampai anak sudah khatam iqro’ enam, wisuda terus sudah selesai! Tapi terus belajar, memahami dan mengamalkan Al-Qur’an,” tegas Ust. Syafi’i. Sebab, tanpa pribadi yang Qur’ani, maka kita belum bisa disebut sebagai muslim yang benar-benar ideal.