
Oleh : Ery Surayka Puspa Dwi, S.Psi., Psi. (Psikolog RS Islam Yogyakarta PDHI)
Seorang difabel adalah orang yang memiliki kelainan fisik, mental ataupun keduanya, sehingga kelainan tersebut menganggunya dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula disabilitas, yang artinya adalah keadaan di mana seseorang menyandang cacat fisik, mental, keterbatasan diri serta memiliki kebutuhan khusus. Keterbatasan tersebut dapat menghambat penyandang difabel dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.
Berdasarkan tinjauan psikologis, seorang difabel memiliki beban ganda. Artinya, saat seseorang yang normal memiliki sebuah permasalahan, maka dengan permasalahan yang sama, seorang difabel merasakan beban masalah yang berlipat. Banyak faktor yang membuat sebuah permasalahan bisa menjadi berlipat-lipat bagi seorang difabel. Hal tersebut antara lain karena seorang difabel memiliki anggapan bahwa dirinya memang memiliki sebuah kekurangan. Dia juga menyadari bahwa dirinya berbeda dengan orang normal kebanyakan. Inilah yang membuatnya merasa tidak sempurna/ tidak normal.
Difabel memiliki kebutuhan khusus. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka ruang gerak, ekspresi dan eksistensinya akan terbatas. Seringkali lingkungan tidak mendukung keberadaan seorang difabel, misalnya menganggap bahwa kekurangannya hanya menjadi aib bagi keluarga atau lingkungan. Tak jarang seorang difabel mendapatkan perlakuan berbeda, dianggap merepotkan hingga dikucilkan oleh orang-orang di sekelilingnya.
Kalaupun tidak, akses seorang difabel sudah pasti terbatas dan dibatasi. Baik karena perlindungan yang berlebihan ataupun karena dinilai tidak mampu. Seharusnya tidak demikian, justru dukungan yang dia butuhkan dari orang-orang terdekat, bukan stigma negatif seperti di atas.
Fasilitas dan layanan publik, transportasi, akses pelayanan umum maupun kesempatan kerja seringkali tidak melihat keberadaan seorang difabel. Semua dibuat dan disediakan dengan standar orang yang normal. Kebijakan publik (policy) tentang layanan khusus penyandang disabilitas, selama ini hanya bersifat lip service (omongan semata), charity (sumbangan) dan subsidi. Artinya, dalam memandang Difabel Day, pemerintah seringkali hanya menjadikannya sebagai momen seremonial semata yang belum memiliki follow up yang nyata.
Hal-hal diatas hanyalah sebagian kecil permasalahan seorang difabel dalam kehidupan. Inilah yang membuat kehidupan seorang difabel dapat dikatakan memiliki beban yang jauh lebih berat dibandingkan dengan orang normal kebanyakan. Apalagi kenyataannya, di dalam kehidupan sehari-hari seringkali seorang difabel mengalami penolakan dan ketidaksampaian keinginan akan sesuatu. Lingkungan dan orang normal bahkan seringkali menganggap seorang difabel sebagai orang yang tidak sanggup, tidak mampu atau tidak pantas melakukan suatu hal.
Selain itu, secara naluriah, seorang difabel memiliki kecenderungan dan kondisi psikologis yang berbeda. Seorang difabel cenderung memiliki sifat yang tidak percaya diri, minder, rendah diri ini dikarenakan banyaknya penolakan yang diterima. Hal ini berakibat pada keinginan seorang difabel untuk mengisolasi/ membatasi diri dari lingkungan. Sifat lain berupa keinginan untuk disayangi atau dikasihani karena kekurangan yang dimilikinya.
Seorang difabel juga cenderung memiliki emosi yang labil, mudah tersinggung, mudah putus asa, apatis dan seringkali berlebihan dalam mengungkapkan perasaan. Dorongan biologis dan kecenderungan berperilaku agresif juga meningkat sebagai imbas dari ketidaksampaian keinginan serta penolakan yang diterima.
Lingkungan sangat mempengaruhi terbentuknya karakter dan sikap difabel dalam menyikapi beragam persoalan di kehidupan sehari-hari. Orang sekeliling dan pembedaan perlakuan (diskriminasi) yang didapatkan oleh seorang difabel akan membuatnya selalu merasa tidak aman (insecure). Merespon hal ini, seorang difabel melakukan mekanisme pertahanan ego dengan membela dirinya sendiri. Seharusnya, lingkungan memperlakukannya dengan baik, menghilangkan stigma negatif dan jangan pernah beranggapan bahwa difabel itu merepotkan/ tidak bisa apa-apa.
Namun, di antara sekian banyak difabel, tak sedikit pula yang berhasil mengatasi peliknya permasalahan kehidupan dari sudut pandang mereka sendiri. Bahkan, mereka mengukir beragam prestasi dalam bidang masing-masing. Untuk menjadi seorang difabel yang mampu mengatasi beragam permasalahan, sukses, mengukir prestasi dan mampu memandang dunia dengan cara yang berbeda seorang difabel harus mendapatkan beberapa hal yaitu dukungan, motivasi, dapat berdamai dengan diri sendiri, selalu berfikiran positif, mempunyai hobi, minat dan passion, percaya diri, dan selalu bersyukur.
Setiap penyandang disabilitas yang sukses dan berprestasi pasti mendapatkan dukungan dari orang-orang di lingkungan terdekatnya. Keluarga dan orang-orang terdekat itulah yang seharusnya senantiasa memberi motivasi. Seorang difabel yang sukses dapat berdamai dengan dirinya sendiri. Artinya, dia sanggup menerima dirinya apa adanya dengan segala kekurangan maupun kelebihannya. Dia sudah berdamai dengan kekurangan yang dimilikinya.
Seorang difabel yang terus berusaha berpikir positif akan menuju kesuksesan, misalnya menyadari bahwa dia tidak perlu dikasihani dan bisa juga melakukan banyak hal, termasuk yang dilakukan orang normal, dengan cara tersendiri. Saat mulai berpikiran positif, maka seorang difabel akan perlahan menemukan hobi, minat dan passionnya. Jika telah menekuni salah satu yang disukainya, maka perlahan seorang difabel akan menemukan kebahagiaannya. Kegagalan akan membuatnya terus bangkit dengan mental yang kuat. Sebab, dia sudah terbiasa dengan penolakan dan ketidaksampaian keinginan.
Difabel yang sukses akan percaya pada kemampuan dirinya sendiri dan menyadari potensi diri. Seorang penyandang disabilitas akan senantiasa bersyukur sekecil apapun pencapaian yang mereka peroleh dan pemberian Allah SWT dalam rangkaian kehidupannya.
Mereka yang berhasil adalah mereka yang telah banyak melalui perjuangan keras, pun bagi para difabel. Sudah dipastikan, mereka melalui jalan yang terjal dan kondisi yang buruk saat mereka meraih cita-cita. Namun, ini bukan berarti kesuksesan tidak mungkin diraih penyandang disabilitas. Sebab, tak sedikit dari difabel yang sukses meraih mimpi dan menorehkan banyak prestasi dengan memandang dunia dengan cara berbeda.
Bekerjasama dengan Komunitas Dunia Tak Lagi Sunyi, RS Islam Yogyakarta PDHI menyelenggarakan acara berbagi cerita dengan para difabel sukses, serta berdiskusi mengenai kajian psikologis difabel. Para difabel berprestasi akan kami hadirkan untuk diskusi dan berbagi cerita inspiratif dalam rangka Difabel Day 2016 pada hari Ahad, 11 Desember 2016 mendatang di RS Islam Yogyakarta PDHI mulai pukul 09.00 WIB. In syaa Allah akan semakin menginspirasi kehidupan kita. Tertarik? Bagi yang berminat, dapat mendaftar via sms/whatsapp di 085878571545 (Ibu Nana). Kontribusi acara ini Rp.100.000/keluarga (maksimal 3 orang). Pendaftaran untuk acara ini paling lambat tanggal 8 Desember 2016. Semoga bermanfaat.