
Iblis adalah musuh manusia. Ia selalu menggoda dan menjerumuskan manusia ke dalam lembah kesesatan dan kehancuran. Salah satu usahanya yang paling besar adalah menghancurkan rumah tangga setiap orang. “Pekerjaan iblis yang paling besar dan sukses adalah bila telah mampu menceraikan suami istri,” tegas Uts. Cahyadi Takariawan dalam pengajian karyawan di masjid Multazam RSIY PDHI, Sabtu (12/8).
Ust. Cahyadi menjelaskan, iblis menggoda dan mengganggu rumah tangga setiap orang untuk bercerai. Bos iblis akan memberikan pujian kepada anak buahnya sesama iblis bila mereka sudah mampu menggoda suami-istri untuk bercerai. Pujian tersebut tidak diberikan kepada iblis yang telah mampu mendorong manusi untuk melakukan kejahatan lain seperti mencuri, membunuh, dan kejahatan lainnya.
“Karenanya, betapa tercelanya perceraian dalam pandangan Islam. Karena Iblis memiliki prestasi dan pencapaian tertinggi bila sudah mampu menceraikan suami-istri,” tandas ust. sekaligus penulis buku ini.
Menurut Uts. Cahyadi, pekerjaan iblis di Indonesia tersebut terbilang sukses. Karena mereka sudah banyak berhasil menceraikan suami-istri di Indonesia. Data dari Kementrian Agama RI mencatat bahwa setiap jamnya, setidaknya ada 40 perceraian. “Jadi, satu jam ini sedang terjadi 40 perceraian suami-istri di Indonesia. Betapa suksesnya iblis ini,” ungkapnya.
Bagaimana iblis sebagai makhluk yang tidak terlihat itu bisa berperan menceraikan suami-istri? Menurut ust. yang juga sebagai konseling keluarga ini, itu adalah bahasa spiritualnya. Sedangkan dari segi teknis, yang membuat suami istri bercerai itu justru masalah-masalah kecil. Faktor utama yang menjadi penyebab perceraian adalah masalah-masalah kecil yang tidak mereka selesakan. “Ini yang saya lihat ketika menekuni konseling keluarga selama 17 tahun,” katanya.
Menurut ust. Cahyadi, konflik dalam rumah tangga itu ada levelnya. Tetapi bila dibiarkan akan menjadi besar dan bisa menjadi penyebab perceraian. “Jadi, pembiaran menjadi jalan penting terjadinya perceraian dalam keluarga,” katanya.
Level pertama adalah konflik yang tidak kelihatan. Konflik ini biasanya diawali perasaan tidak nyaman antara suami-istri. Misalnya, istri mau berbicara kepada suami tidak berani dan sebaliknya, suami tidak berani berbicara kepada istrinya. “Jadi jangan mengira konflik itu setelah hebat dan didengar oleh tetangga,” jelasnya.
Level kedua menurut ust. Cahyadi adalah dis experience, yaitu konflik yang sudah menemukan bentuknya atau sudah terlihat. Contoh konflik level ini seperti berkata-kata dengan kata-kata keras dan kasar sehingga menyakiti pasangan. “Dalam konflik level ini, pasangan sering memilih dan menggunakan kata-kata yang cernderung menyakiti hati pasangannya. Sakit dan nylekit,” terangnya.
Level ketiga adalah defighting, yaitu konflik yang sudah pada tindakan fisik seperti menjambak, memukul atau menghancurkan benda-benda sekitarnya. Ust. Cahyadi kemudian bertanya, mengapa konflik seperti ini bisa sampai terjadi? Menurutnya, karena ada pembiaran dari masing-masing pasangan terhadap konflik level satu. “Jadi, solusinya, jangan sampai membiarkan konflik level satu,” tandasnya.