
RS Islam Yogyakarta PDHI menggelar Knowledge Sharing Electronic Medical Record (e-MR), di gedung pertemuan setempat, Senin (14/5). Acara yang dihadiri oleh 10 rumah sakit swasta di Yogyakarta, di antaranya RS Mitra Paramedika, RS Ludira Husada Tama, RS Bethesda, RS Bedah Adelia, RS Happy Land, RS KIA Kahyangan, RS Rachma Husada, RS Rajawali Citra, RS Arvita Bunda dan RS Hermina.

Kepala Unit IT dan Kreatif RSIY PDHI, Galih Aryo Utomo, S.Pd.T sedang memberikan penjelasan saat peserta melihat implementasi e-MR di lapangan.
Direktur RS Islam Yogyakarta PDHI, dr. Widodo Wirawan, MPH yang menjadi pembicara dalam acara tersebut mengungkapkan, pihaknya hanya sharing pengetahuan tentang pengalaman rumah sakitnya dalam menerapkan Electronic Medical Record (e-MR). “Dari pengalaman itu, kami ingin memberi semangat kepada rumah sakit lain dalam proses implementasi e-MR di rumah sakitnya,” tuturnya.
Implementasi e-MR melibatkan banyak komponen penting dalam rumah sakit. Karenanya, dr. Widodo mengundang minimal 4 komponen dari rumah sakit, yaitu pemilik/owner RS atau direktur, dokter, rekam medis dan tenaga IT-nya. Menurutnya, implementasi e-MR harus didukung oleh pemangku jabatan yaitu pemilik/owner RS atau direktur. “Karena di mana-mana, kendala utama penerapan e-MR ini adalah para dokter,” jelasnya.
Digitalisasi e-MR adalah proses memasukan catatan rekam medis pasien dari sebelumnya manual menjadi catatan di komputer. Sehingga, diagnosa, resep dan catatan kesehatan lainnya bisa dilihat kembali dengan mudah di komputer. Masalahnya, kata dr. Widodo, tidak semua dokter setuju dengan digitalisasi. Ada yang belum siap, tidak mau dan mampu melakukannya, terutama dokter-dokter yang sudah tua. “Inilah tantangan utamanya,” tandasnya.
Padahal, digitalisasi merupakan tuntutan rumah sakit dalam menghadapi perkembangan zaman. Menurut dr. Widodo, digitalisasi merupakan kebutuhan karena rumah sakit menghadapi beberapa tuntutan. Pertama, rumah sakit dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang cepat dan akurat. Cepat saja, bila tidak akurat justru akan menimbulkan masalah tersendiri. “Dengan digitalisasi, keduanya bisa dicapai,” katanya.

Kepala Unit IT dan Kreatif RSIY PDHI, Galih Aryo Utomo, S.Pd.T sedang memberikan penjelasan saat peserta memberikan pertanyaan di sela-sela kunjungan melihat iplementasi e-MR di lapangan.
Kedua, sekarang ini beban rumah sakit semakin bertambah, terutama setelah adanya sistem jaminan kesehatan nasional BPJS. Pasien BPJS semakin melonjak di setiap rumah sakit, sehingga mereka dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang cepat dan akurat. Bila masih menggunakan kertas manual, maka akan ketinggalan dan kewalahan.
Ketiga, dengan semakin bertambahnya volume pasien, maka tentu akan menambah pelayanan yang ada di rumah sakit. Mulai dari dokter, unit layanan dan kertas rekam medisnya juga akan semakin numpuk. “Di sinilah kita butuh digitalisasi e-MR,” jelas dr. Widodo.
Di sisi lain, pihak BPJS juga sudah mendorong setiap rumah sakit yang bekerja sama dengannya untuk melakukan digitalisasi. Salah satunya adalah dengan adanya V-Claim yang tidak lagi berupa kertas namun sudah berupa file digital.
Sementara itu, Kepala Unit IT dan Kreatif RSIY PDHI, Galih Aryo Utomo, S.Pd.T, yang menjadi pembicara kedua memberikan banyak materi teknis terkait implementasi e-MR di rumah sakitnya. Menurutnya, kesuksesannya dalam melakukan implementasi e-MR di RSIY PDHI karena pihaknya menjalankan 3 fungsi IT secara bersamaan, yaitu hardware, software dan brainware. “Ketiga-tiganya harus jalan bila ingin implementasi e-MR sukses,” katanya.
Menurut Galih, IT itu harus menjamin bahwa hardware-nya itu harus bagus dan harus ada petugas IT yang mengurusnya. Begitu juga dengan software, harus ada petugas IT yang mengurusinya. Kemudian brainware, di mana harus ada petugas IT yang bisa membimbing dan mengedukasi para pengguna (user) di rumah sakit. Karenanya, pihaknya membentuk IT Edukator yang paham tentang IT dan bisa melakukan edukasi kepada user.
“Ini yang menjadi kata kunci kita dalam implementasi e-MR. Sebab tanpa adanya IT Edukator di lapangan, komputer itu hanya menjadi mainan,” tandasnya.
Selain itu, dalam implementasi e-MR, IT tidak bisa bekerja sendiri di lapangan. Karena, Galih menyebut bahwa pihaknya telah membentuk Tim Digital Rumah Sakit yang terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, perawat poliklinik, perawat bangsal, perawat OK (operasi), laboran, radiografer, farmasi, ahli gizi, keuangan, kasir, asuransi, dan SDM. “Tim inilah yang membantu implementasi e-MR di semua lini,” terangnya.