
Hukum memandikan jenazah wanita bagi laki-laki yang bukan suaminya adalah haram. Hanya suami yang bisa memandikan jenazah istrinya, dan istri yang bisa memandikan jenazah suaminya.
Kepala Unit Bina Ruhani Islam RSIY PDHI, Ustad Dudu Ridwanulhaq, S.Th.I, M.Si, menyampaikan itu dalam pelatiah Rukti Jenazah bagi takmir masjid di daerah Kalasan, Berbah dan Kalasan di masjid Arrohman Posepodiharjo UGD RSIY PDHI, kemarin. Peserta yang mayoritas dihadiri oleh ibu-ibu tersebut antusias dalam mengikuti pelatihan.
Salah seorang ibu bertanya, bagaimana bila ada laki-laki bukan suami dari mayit yang turut memandikan jenazah karena tidak ada wanita yang bisa memandikan jenazah? Ustad Dudu menjawab, hukumnya tetap haram. Bahkan, bila dalam satu kampung tidak ada seorang wanita yang bisa memandikan jenazah wanita, maka wanita satu kampung tersebut mendapatkan dosa. “Karena itu, wanita harus bisa memandikan jenazah,” katanya.
Dalam pelatihan pengurusan jenazah tersebut, RSIY PDHI memang memprioritaskan untuk jamaah ibu-ibu di masjid sekitar rumah sakit. Tujuannya agar mereka memiliki pemahaman tentang tatacara pengurusan jenazah perempuan dan bisa menjadi tim rukti di kampungnya. “Setelah pelatihan ini, silahkan bagi ibu-ibu yang ingin menjadi tim rukti dan perlu bimbingan lebih lanjut,” ujar Ustad Dudu.
Lebih lanjut, ustad Dudu menjelaskan bahwa pengurusan jenazah secara Islami bagi orang Islam adalah sebuah keniscayaan. Karena kita tidak akan hidup selamanya. Kita pasti akan menemui kematian. “Orang yang sudah mati tidak mungkin bisa mengurus dirinya lagi, seperti mandi, shalat, mengkafani dan lainnya, karena itu kewajiban kita yang masih hidup untuk melakukannya,” terangnya.
Mengingat kematian adalah sesuatu yang pasti akan menimpa setiap makhluk yang bernyawa, maka Ustad Dudu mengingatkan kepada jamaah agar bisa mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya. Menurutnya, kunci hidup itu adalah bagaimana agar kita dapat khusnul khotimah. “Janganlah kamu sekalian mati dalam keadaan tidak beriman kepada Allah,” katanya.
Ustad Dudu juga menghendaki agar jamaah menjadi muslim yang cerdas. Bagaimana muslim yang cerdas tersebut? Menurutnya, sebagaimana disebutkan oleh Nabi saw, bahwa muslim yang cerdas itu adalah mereka yang selalu mengingat kematian. “Ingat kematian ini agar mereka selalu berupaya untuk mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya. Persiapan terbaik adalah dengan iman dan memperbanyak amal shalih kepada Allah,” terangnya.
Dimuat Harian Merapi, Selasa, 25 September 2018.