
Oleh: Yonea Bakla, S.Farm. Apt, Kepala Unit Farmasi RSIY PDHI
RS Islam Yogyakarta PDHI sudah mendapatkan sertifikat RS Syariah dari MUI. Salah satu indikator dalam penilaian dan syarat yang harus dipenuhi oleh RS Syariah adalah sistem pelayanan obat yang syariah. Ada tiga hal yang menjadi bahan penilaian dalam sistem pelayanan obat di RS Syariah yaitu mengenai daftar obat, penggunaan alkohol dan pelabelan obat.
Pertama adalah daftar obat, RS syariah diwajibkan memiliki daftar obat atau disebut dengan formularium rumah sakit yang sudah disepakati oleh Komite Farmasi dan Terapi serta Komite Syariah. Inilah yang membedakan rumah sakit syariah dengan rumah sakit non syariah, RS Syariah memiliki Komite Syariah yang mempertimbangkan keamanan, harga dan juga kehalalan dalam penggunaan obatnya. Hal ini dibuat karena banyaknya isu yang beredar tentang obat-obatan yang dilarang dikonsumsi atau tidak mempertimbangkan halal atau haramnya obat tersebut. Semua obat dikatakan haram bila terdapat hal-hal yang diharamkan oleh Islam terkandung di dalam obat tersebut, contohnya seperti babi.
Di Indonesia sendiri, sebenarnya belum banyak obat-obatan yang tersertifikasi halal. Misalnya, kapsul yang terbuat dari bahan gelatin. Gelatin sendiri dapat berasal dari sapi dan ada juga yang berasal dari babi. Bila terbuat dari babi, maka gelatin obat tersebut haram hukumnya. Di RSIY PDHI, penggunaan obat gelatin menggunakan unsur halal dan tidak menggunakan unsur haram di dalamnya.
Kedua adalah penggunaan alkohol. Zat ini sering digunakan dalam OBH (Obat Batuk Hitam). Di luar, banyak merk-merk OBH beredar yang mengandung alkohol. Di kami, sebagai RS Syariah, juga menggunakan OBH namun sudah sesuai kadar layak konsumsi yang ditetapkan oleh MUI.
Ketiga, pelabelan obat. Tujuannya adalah untuk memenuhi Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) dalam pelabelan di resep maupun etiket obat. Sedangkan di RS Syariah, tidak hanya bertujuan untuk memenuhi keselamatan pasien, namun juga ada nilai-nilai religius untuk selalu ingat kepada Allah. Di RSIY PDHI ada pesan, Bacalah Bismillah sebelum minum obat’ dan ayat di QS. Asy Syu’ara : 80, yang artinya “Dan apabila aku sakit, Dia lah yang menyembuhkan aku”. Pesan dalam obat tersebut tentu mengajak pasien untuk selalu mengingat kepada Allah, di mana kesembuhan itu datangnya dari Allah. Sehingga harapannya, selain berusaha untuk sembuh dengan berobat, pasien tak lupa untuk berdoa meminta kesembuhan kepada Allah.
Oleh karena itu, dalam sistem pelayanan obat di RS Syariah, petugas juga memiliki peranan penting dalam menyampaikan edukasi religius secara Islami. Apoteker, perawat maupun dokter harus bisa memberikan sugesti positif kepada pasien bahwa kesembuhan hanya milik Allah swt. Sebagai petugas, hendaklah memotivasi mereka untuk sembuh.
Dalam RS Syariah, petugas juga harus bisa mengedukasi kepada pasien bahwa yang menyembuhkan penyakit mereka bukan dokter tetapi Allah SWT. Jangan sampai para pasien maupun keluarganya menjadi syirik dan berpikiran bahwa ketika sakit maka berobatlah di RS pasti sembuh. Bukan seperti itu, karena RS dan dokter hanya sebagai perantara penyembuannya. Sakit ataupun sehatnya seseorang sudah diatur oleh Allah dan sakitnya seseorang pasti Allah juga yang menyembuhkan.
Dimuat di Republika, Rabu 17 Oktober 2018