
Komplain itu sejatinya bukan sesuatu yang tidak buruk, tetapi justru membangun. Masukan itu membangun, mau sekecil apa pun itu merupakan sesuatu hal untuk merubah kita ke arah yang lebih baik. Jadi, kalau kita dikasih obat pahit kita tidak mau karena rasanya pahit, kapan kita akan bisa sembuh?
Direktur RS Islam Yogyakarta PDHI, dr. Bima Achmad Bina Nurutama menyampaikan itu di hadapan karyawan-karyawati beberapa waktu yang lalu. Jadi, menurutnya, walaupun rasanya tidak nyaman, namun itu adalah obat yang bisa menyehatkan. “Sama seperti komplain, rasanya tidak nyaman namun kita harus belajar menerimanya. Karena menerima komplain itu tidak mudah,” katanya.
Lebih lanjut, dr. Bima menjelaskan tiga mekanisme penerimaan komplain. Pertama, sikap menerima dan instropeksi. Ini adalah sikap matur atau dewasa. Misalnya, ketika ada komplain, diterima dengan baik, segera melakukan instropeksi dan memperbaikinya.
Kedua, imatur atau tidak dewasa. Dalam menerima komplain, sikap tidak dewasa ini terlihat dalam beberapa hal seperti menghindar. Contoh penghindaran ini misalnya, “bukan salah saya dan sebagainya”. Sikap imatur lainnya yaitu, mengkambinghitamkan dan menyalahkan orang lain. “Misalnya, bukan tugas saya, salahnya bagian ini, itu dan lainnya,” terang dr. Bima.
Ketiga, give up atau meninggalkan. Tipe ketiga ini adalah tipe orang yang tidak mau tahu, masa bodoh dan tidak peduli. Sikap semacam ini tentu tidak baik. Oleh karena itu, ketika ada masalah, kita termasuk tipe yang mana? Menurut dr. Bima, sikap yang tepat dari mekanisme penerimaan komplain tersebut adalah matur atau dewasa. “Kita menerimanya dengan penerimaan yang baik, menyampaikannya ke unit terkait bila komplainnya berkaitan dengan unit tersebut dan segera melakukan instropeksi serta pembenahan,” jelasnya.
Lebih lanjut, dr. Bima menegaskan bahwa komplain di rumah sakit itu adalah sebuah keniscayaan. Setiap bagian dapat menerima komplain, bahkan di bagian parkir sekalipun. Jadi siapa pun yang ada di elemen rumah sakit ini dapat menerima komplain. “Baik komplain dari internal maupun dari eksternal,” tandasnya.
Meski demikian, dr. Bima menyentil bahwa terkadang lebih mudah menerima komplain dari eksternal ketimbang dari internal. Lebih mudah menerima komplain dari luar ketimbang dari internal. “Baiknya bagaimana? Baiknya kita klarifikasi semuanya,” katanya.
Beliau juga menuturkan bagaimana cara menyelesaikan komplain. Menurutnya, komplain dapat diselesaikan dengan cara yang paling mudah yaitu, komunikasi. Bagaimana kita menerima komplain, berkomunikasi dengan orang yang komplain, melakukan kroscek di lapangan dan memperbaiki sesuai dengan harapan orang yang komplain.
Selain itu, beliau juga mengajak kepada karyawan agar membudayakan kerja karena Allah, termasuk di dalam menerima komplain ini. Menurutnya, ketika kita bekerja menemui masalah, maka kembalikan kepada Allah. Baiknya harus berkata dan menyelesaikan seperti apa, maka Allah akan mengirim intuisi-intuisi kita untuk dapat menjawab dan melangkah secara arif.
“Sebab kalau kita tidak kaitkan kepada Allah, maka yang akan mengambil yaitu setan. Setan akan menggerakkan hawa nafsu kita untuk marah ketika menerima komplain,” katanya.