
Oleh: Ustad Haris Jaya Dipraga, Bina Rohani Islam RS Islam Yogyakarta PDHI
Belum lama Ramadhan meninggalkan kita. Masih terngiang pada saat kepergiannya, kita disyariatkan melepasnya dengan kalimat takbir. Allah menegaskan: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS. al-Baqarah/2: 185)
Pada saat bergema hebat di angkasa raya lantunan kalimat takbir, tahmid, dan tahlil dari segenap pelosok negeri melalui masjid, surau, dan musholla-musholla, kita semua tersimpuh dan menangis. Getaran kalimat suci tersebut menghujam dada kita seakan menyatukan diri kita kepada Sang Maha Besar, Allah SWT. Saat itu, haru bercampur bahagia meliputi kita semua.
Pada malam takbir tersebut, Nabi SAW mengajarkan kita untuk terus-menerus berzikir dan merenungkannya. Takbir atau Allahu Akbar merupakan ekspresi keimanan seorang hamba yang mengakui ke-Maha-Besar-an Allah SWT.
Dengan takbir, kita juga merasakan bahwa diri kita begitu kecil dan sangat lemah. Selama ini kita sangat bergantung kepada-Nya. Bumi yang kita pijak, air yang kita minum, langit yang menurunkan hujan, tanah yang menumbuhkan pepohonan dan makanan, udara yang selalu kita hirup, dan ruh yang ditiupkan-Nya ke dalam raga kita adalah bukti kebesaran-Nya.
Takbir selalu menyertai seorang muslim dalam banyak ibadah dan berbagai bentuk ketaatan. Seorang muslim akan bertakbir membesarkan Allah ketika ia telah berhasil menyempurnakan hitungan puasa Ramadhan. Ia pun bertakbir membesarkan Allah dalam ibadah haji. Di dalam shalat, takbir adalah sangat penting dan punya kedudukan cukup tinggi.
Takbir itu terus terulang beberapa kali bersama seorang muslim dalam shalatnya. Dalam shalat fardhu yang 4 raka’at terdapat 22 kali takbir. Dalam shalat fardhu yang 2 raka’at terdapat 11. Dan setiap raka’at ada 5 takbir. Jadi selama sehari semalam dalam shalat fardhu lima waktu saja seorang muslim bertakbir mengagungkan Allah sebanyak 94 kali takbir.
Itu belum termasuk takbir yang dibaca dalam shalat sunnat rawatib dan shalat-shalat sunnat yang lain. Belum lagi takbir yang dibaca setiap selesai shalat fardhu sebanyak 33 kali. Jadi total keseluruhannya selama sehari semalam seorang membaca takbir sebanyak 342 kali.
Ini jelas merupakan keutamaan takbir yang oleh Allah dijadikan sebagai bagian yang menonjol dan penting dari shalat. Jumlah sebanyak itu belum memasukan takbir yang dibacanya dalam adzan dan dalam iqamah yang sehari semalam saja sebanyak 50 kali, ditambah ketika menjawabi muadzin. Tentunya jumlahnya akan bertambah banyak lagi. Bahkan Takbiratul Ihram merupakan salah satu rukun shalat jika meninggalkannya shalat menjadi tidak sah.
Kembali pada maksud ayat di atas, takbir merupakan ungkapan syukur atas petunjuk yang Allah berikan kepada kita. Seperti petunjuk menjadi orang beriman, sungguh-sungguh berpuasa, mendirikan tarawih, membaca al-Qur’an, bersedekah, berzakat, dan selalu condong pada kebaikan.
Setelah diminta takbir, pada ayat berikutnya Allah berjanji akan mengabulkan doa kita semua. Allah katakan: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku…” (QS. al-Baqarah/2: 186).
Mari kita bertakbir dan memanjatkan doa serta kita syukuri kehadiran Idul Fitri tahun ini. Kehadirannya kita yakini bukanlah semata berdasarkan rotasi, perputaran bulan dan matahari. Melainkan dimaknai sebagai titik kemenangan kita mengalahkan dominasi setan di dalam diri. Termasuk memasung semua tabi’at buruk dan perbuatan zalim yang biasa kita lakukan. Dan harapan kita, menjadi juru selamat dan pembuka akal kita yang tumpul agar kita mampu keluar dari segala macam malapetaka, azab dan sengsara yang hingga saat ini masih mendera negeri kita, Indonesia tercinta.
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”(QS. ar-Rahman/55:26-27). Dimuat di Republika, Rabu, 4 Juli 2018.