
Oleh : Ust. Haris Jaya Dipraga S.Pd.I (Binrohis RS Islam Yogyakarta PDHI)
Belakangan ini kita dikejutkan oleh maraknya pemberitaan tentang pencabulan dan pemerkosaan yang banyak diberitakan di media massa.
Berdasarkan Catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), kekerasan seksual terhadap perempuan mengalami peningkatan. Hal itu berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) 2016, Komnas Perempuan. Data Komnas Perempuan yang menunjukkan sepanjang 2015 kekerasan tidak hanya terjadi di wilayah domestik. Namun, kekerasan juga telah meluas di berbagai ranah termasuk di wilayah publik.
Berdasarkan jumlah kasus yang didapat dari 232 lembaga mitra Komnas Perempuan di 34 provinsi, terdapat 16.217 kasus yang berhasil didokumentasikan. Catahu 2016 menunjukkan terjadi kenaikan data jenis kekerasan seksual di ranah personal dibanding tahun sebelumnya, yakni 11.207 kasus.
Bahkan tercatat, bahwa di ranah komunitas, terdapat 5.002 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sebanyak 1.657 kasus di antaranya jenis kekerasan seksual. Sebagian besar data yang terdapat pada Catahu 2016 ini bersumber dari pengaduan yang berasal dari pengaduan korban ke lembaga-lembaga negara, organisasi pendamping korban, maupun pengaduan langsung ke Komnas Perempuan.
- Pemerkosaan (4.845 kasus).
- Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual (1.359).
- Pelecehan seksual (1.049)
- Penyiksaan seksual (672)
- Eksploitasi seksual (342).
Berbagai pendekatan dilakukan untuk menekan kasus kekerasan seksual dari berbagai disiplin ilmu.
Islam sebagai agama yang sempurna dan komprehensif telah menyinggung masalah ini 1.400 tahun yang lalu. Salah satu solusi dalam masalah ini adalah menikah bagi yang sudah mampu atau berpuasa bagi yg belum mampu menikah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

Puasa bisa menjadi salah satu pengendali nafsu yang ampuh. (szaktudas.com)
“ Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa (sebagai tameng) dapat menekan syahwatnya.” (HR.Bukhori).
Puasa salah satu solusi dari pengendalian seksual sebagaimana yang disampaikan Allan Cott, M.D.; seorang ahli dari AS, menjelaskan bahwa manfaat puasa adalah mampu mengendalikan seks. Jadi, esensi puasa berfungsi sebagai sarana untuk pengendalian diri terutama hasrat biologis.
Lebih lanjut Rasulullah SAW bersabda, “ Puasa itu bukanlah sekedar menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi sesungguhnya puasa itu adalah mencegah diri dari segala perbuatan yang sia-sia serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang kotor dan keji.”( HR. Bukhori).
Ketidakmampuan mengendalikan diri adalah merupakan malapetaka individual sekaligus petaka sosial. Sebab, tanpa pengendalian terhadap nafsu tersebut akan sangat buruk efeknya bagi diri sendiri maupun bagi kehidupan sosial disekitarnya.
Demikan pula terhadap perilaku seksual, banyak berbagai perilaku seksual menyimpang yang disebabkan karena ketidakmampuan orang untuk mengendalikan hasrat seksualnya. Akibatnya terjadi kasus perselingkuhan, promiskuitas, pelacuran, pemerkosaan, pencabulan dan berbagai akibat yang ditimbulkannya.
Maka dengan perintah menjalankan ibadah puasa adalah sebagai latihan pengendalian diri agar manusia memiliki jiwa yang sehat. Selain itu juga dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT agar terhindar dari perbuatan yang sia-sia, melanggar etika moral, hukum maupun norma-norma.
Semoga puasa Ramadhan bisa menjadi sarana yang efektif dalam pengendalian diri yang mampu menjadi solusi atas permasalahan kasus kekerasan seksual yang sudah sangat memprihatinkan di negeri ini. Amin.
Artikel ini dapat diakses di Harian Republika Edisi Rabu, 1 Juni 2016 di halaman 22.