
Keadaan masih gelap, tapi masuk sepertiga malam yang hebat. Malam itu, rombongan tersebut berangkat memanggul niat dan tekad yang sudah bulat, bahwa sekembalinya dari berangkat, harus membawa segudang manfaat. “Kita harus menjadi rumah sakit syariah,” begitu gumamnya.
Itulah rombongan kedua yang berangkat ke Semarang untuk studi banding ke RS syariah pertama di Indonesia, RS Islam Sultan Agung, Jum’at (9/3) dini hari kemarin. Keberangkatan mereka seperti para prajurit Allah di muka bumi dulu, saat menumbangkan kebatilan dan menegakkan syariah di negeri penuh kezaliman. Mereka rihlah di waktu yang sangat tepat. Waktu di mana Allah langsung menengok ke langit dunia: menawarkan tumpukan ampunan dan doa mustajab. Itulah rahasia kemenangan dan kejayaan umat kala itu.
Bak prajurit ilahi, rombongan studi banding RSIY PDHI itu pun menenteng semangat yang sama, yaitu, ingin mewujudkan syariah yang membumi. Menjadi penebar rahmat dan akhlak yang luhur tanpa henti. “RSIY PDHI siap menjadi RS Syariah untuk meningkatkan pelayanan dan menegakkan syariah Islam,” tandas Manajer SDM RSIY PDHI, H. Karnadi, AMd, disela-sela pengajian karyawan.
RS Syariah adalah sunnah yang baik, begitu kata Direktur RS Islam Sultan Agung, Dr. H, Masyudi, AM, M.Kes. Setiap detak nafas aktivitas yang dilakukan di rumah sakit, baik itu pelayanan kesehatan kepada pasien maupun lainnya, selalu diniatkan untuk ibadah dan dakwah. Sebab setiap apa pun yang dilakukan oleh seorang muslim, bila niatnya benar karena Allah dan sesuai syariah, maka baginya adalah ibadah. Selain itu, membumikan syariah yang rahmat dalam rumah sakit adalah upaya untuk menyebarkan dakwah.
“Mari kita perbarui niat dalam menciptakan RS Syariah untuk Izzul Islam wal Muslimin agar tercapai kejayaan Islam dan kemuliaan umat Islam,” pesan Dr. Masyudi saat menerima kunjungan tim dari RSIY PDHI.
RSIY PDHI tengah bersemangat menyambut sertifikasi syariah dari MUKISI (Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia). Dengan RS Syariah, rumah sakit juga menjadi sarana syiar dan dakwah keislaman yang rahmatan lil alamin. Dengan meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat bahwa rumah sakit syariah menitikberatkan sasarannya pada kesesuaian dengan prinsip syariah, keselamatan pasien dan mutu pelayanan yang berkualitas.
Dengan balutan syariah itu, RS dituntut untuk membumikan nilai-nilai syariah yang bisa menebar rahmat bagi semua. Karena bagaimana pun image Islam, terutama syariah, sudah didistorsi sedemikian rupa sehingga masyarakat menjadi ketakutan dan tidak nyaman. Syariah ditampakkan dengan kekerasan, kekejaman dan pemaksaan, sehingga membuat masyarakat non muslim menjadi takut. Bahkan, umat Islam sendiri takut dengan syariah. “Syariah Islam itu tidak seperti itu. Tugas kita untuk meluruskannya,” sanggah Ketua Divisi Sertifikasi RS Syariah MUKISI, Dr. dr. Sagiran, Sp.B, M.Kes, saat kunjungan ke RSIY PDHI beberapa waktu lalu.

Puluhan Karyawan RSIY PDHI tengah berpose di RSI Sultan Agung saat melakukan studi banding RS Syariah.
Saat berkunjung ke RS Islam Sultan Agung, tim studi banding RSIY PDHI disuguhkan pemandangan yang mengangumkan. Mereka tidak langsung menampilkan keunggulan-keunggulan pelayanan dari rumah sakit, namun langsung menampakkan implementasi syariah di rumah sakit. Bagaimana syariah menjadi nafas dan semangat pelayanan kepada pasien. Dalam kontkes syariah, bukan pasien muslim saja yang dilayani sesuai syariah. Pasien non Islam pun dapat merasakan kenyamanan dengan pelayanan syariah.
“Di RS Islam Sultan Agung, banyak pasien dari non Islam. Bahkan, yang lebih penting, pasien non muslim dan Chines itu tidak takut dengan kata-kata ‘syariah’. Justru mereka senang dan merasa terjamin pelayanannya dengan syari’ah,” ungkap H. Karnadi.
Membumikan Maqashid as-Syariah al Islamiyah
Dalam konspep RS Syariah, ada lim hal yang harus dipelihara dalam sebuah rumah sakit. Lima hal tersebut terdapat dalam Maqashid as-Syariah al Islamiyah. Di antaranya terdiri dari pemeliharaan agama (hifdzun-din), pemeliharaan jiwa (hifdzun-nafs), pemeliharaan akal (hifdzul–aql), pemeliharaan keturunan (hifdzun–nasl), pemeliharaan harta (hifdzul-mal). “Dengan sertifikasi syariah, rumah sakit menjamin terpeliharanya 5 hal tersebut bagi pasien,” tegas Dr. dr. Sagiran, M.Kes.
Menurut ustad Drs. Syafaruddin Alwi, M.Si, konsep dasar syariah itu ada empat. Pertama, al–Yasru, yaitu memberikan kemudahan dalam memperoleh pelayanan kepada pasien, di mana SOP (Standar Operasi Prosedur) pelayanan harus efektif dan efisien. Kedua, al-Tadarruj, yaitu memperhatikan keadaan pasien atau tingkat sakitnya pasien. Ketiga, al–Ihsan, yaitu pelayanan dilakukan dengan sebaik mungkin sesuai dengan ketentuan syariah atau etika Islam. Keempat adalah mardhotillah, yaitu demi mencapai ridha Allah. “Untuk mencapai ridha Allah, kita pasti akan melakukannya dengan sunguh-sungguh dan profesional,” tandasnya di saat mengisi pengajian karyawan RSIY PDHI.

Manajer SDM RSIY PDHI, H. Karnadi dan Kepala Unit Bina Rohani Islam RSIY PDHI, Ustad Dudu Ridwanulhaq, S.ThI, M.SI sedang berdiskusi dengan salah satu petugas RSI Sultan Agung.
Syariah Jalan Dakwah
RSIY PDHI tengah menyambut sertifikasi syariah dengan semangat membara. Seperti prajurit-prajurit Allah yang sedang memegang erat panji, menata niat di dalam hati dan siap membumikan syariah dengan setulus hati. Menegakkan syariah memang langkah yang berat, namun siapa yang menegakkan syariah dan menolong agama Allah, pasti Allah akan menolongnya. Seperti yang termuat di dalam al-Qur’an, surat Muhammad ayat 7, “Wahai orang yang beriman, tolonglah agama Allah, maka Allah akan menolongmu dan mengokohkan posisimu”.
“Kalau kita bisa seperti itu, (menerapkan syariah di rumah sakit), nanti Allah akan menolong dan menunjukkan kita,” kata Dr. Masyudi.
Mewujudkan RS syariah adalah jalan dakwah. Seperti kata Direktur RSIY PDHI, dr. Widodo Wirawan, MPH, bahwa RS Syariah adalah syiar Islam. Maka sudah menjadi kewajiban kita untuk mensyiarkannya. Meski berat, kita wajib mensyiarkannya sampai Allah menolong kita dengan kemudahan. Dan pasti Allah akan menolong hamba-hambanya yang menolong agamanya.
“Ini adalah sebuah jalan dakwah yang berat. Kalau di jalan dakwah itu mudah, justru patut dipertanyakan apakah dakwah itu benar,” timpal Dr. Masyudi.